Blog

  • AIDS PENYAKIT YANG BELUM ADA OBATNYA

    AIDS PENYAKIT YANG BELUM ADA OBATNYA

    Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

    Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

    HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

    Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

    HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

    Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV.

    Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut ditimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

    Gejala dan komplikasi

    Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

    Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

    Penyakit paru-paru utama

    Pneumonia pneumocystis (PCP)jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.

    Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum di tes, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.

    Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini.

    Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatas pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem saraf pusat. Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.

     

    Penyakit saluran pencernaan utama

    Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.

    Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).

    Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV

     

    Penyakit saraf dan kejiwaan utama

    Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada saraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisme atas sistem saraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.

    Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

    Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung saraf (mielin) yang menutupi serabut sel saraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls saraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.

    Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan saraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV. Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

     

    Kanker dan tumor ganas (malignan)

    Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).

    Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

    Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt’s lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt’s-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem saraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini sering kali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.

    Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.

    Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV

     

    Infeksi oportunistik lainnya

    Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.

    Penyebab

    AIDS merupakan bentuk terparah dari infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

    Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lama perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya, di antaranya kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

    Penularan seksual

    Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.

    Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Risiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.

    Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikrob vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

    Kontaminasi patogen melalui darah

    Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Tiongkok, dan Eropa Timur. Risiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.

    Risiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan “antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi

    Penularan masa perinatal

    Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%

    Diagnosis

    Sejak 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat

    Sistem tahapan infeksi WHO

    Pada1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

    • Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
    • Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan atas yang berulang
    • Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
    • Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

    Sistem klasifikasi CDC

    Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus tersebut. CDC mulai menggunakan kata AIDS pada September 1982, dan mendefinisikan penyakit ini. Tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV. Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.

    Tes HIV

    Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV. Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan. Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.

    Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.

    Tes HIV Agresif

    HIV Agresif sebenarnya telah diketahui terjadi di Afrika sebelumnya, tetapi apa yang terjadi di Kuba bersifat masif. Biasanya dari HIV menjadi AIDS butuh waktu 5-10 tahun tanpa perawatan sama sekali, tetapi pada HIV Agresif hal itu terjadi hanya dalam waktu 3 tahun. Tes CD4 dan adanya infeksi oportunistik, biasanya dilakukan untuk mengetahui adanya HIV, tetapi tes CD4 2 tahun sekalipun mungkin bisa terlambat, oleh karena itu perlu diadakan tes CD4 yang lebih sering bagi orang-orang yang berisiko. HIV Agresif ini adalah kombinasi sub-tipe A, D dan G, dinamai CRF19 yang ternyata sampai saat ini masih mempan terhadap sebagian besar obat-obat antiretroviral, asal belum terlambat

    Pencegahan

    Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan

    Hubungan seksual

    Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV, serta ketidaksesuaian jenis kelamin hubungan seksual.Hubungan heteroseksual adalah rute modus utama sebesar 80% infeksi HIV di Afrika pada penelitian tahun 1988, rentan pada kategori pelacur dan individu yang melakukan hubungan seksual bebas. Hubungan homoseksual di Amerika, Gaëtan Dugas dijuluki ataupun dituding sebagai penderita pertama atau Patient Zero dengan gejala AIDS. AIDS dikabarkan menginfeksi dan menewaskan 5 orang homoseksual dengan masalah paru-paru pada tahun 1981.Kemudian pada abad 21, homoseksual merupakan modus utama dan mayoritas infeksi,dengan penularan lebih tinggi 2 sampai 3 kali lipat angka penularan heteroseksual atau 70%, serta di Indonesia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.

    Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.

    Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun, transmisi HIV antar pengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.

    Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.

    Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia

    Anda jauhi seks,

    Bersikap saling setia dengan pasangan,

    Cegah dengan kondom

     

    Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi

    Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.

    Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengizinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter

    Penularan dari ibu ke anak

    Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi diantaranya terjadi di Afrika.Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara

    Penanganan

    Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah

    Terapi antivirus

    Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor.Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut “koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau “kelas”) bahan antiretroviral. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal

    Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin . Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.Virus HIV telah ditemukan dapat masih berada di dalam otak meskipun tidak terdeteksi di organ-organ tubuh lainnya.

    Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut

    Penanganan eksperimental dan saran

    Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemi global (pandemi) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengatakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin.

    Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi. Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi profilaktik tersebut.

    Susu sapi adalah salah satu produk tepat yang bisa mencegah penularan penyakit yang belum ada obatnya ini. Awalnya ilmuwan melihat bahwa sapi ternyata tidak dapat terinfeksi HIV. Setelah melewati proses penelitian yang cukup lama, ternyata para peneliti tersebut menemukan fakta kalau sapi bisa menghasilkan antibodi yang bisa mencegah penularan HIV. Para peneliti tersebut kemudian menyuntikkan sapi betina dengan protein HIV. Setelah sapi melahirkan, para ilmuwan tersebut mengumpulkan kolostrum (susu pertama yang dihasilkan setelah melahirkan). Dan ternyata kolostrum tersebut mengandung antibodi HIV

    Pengobatan alternatif

    Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit. Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan saraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV. Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi berbagai efek samping negatif yang serius.

    Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik. Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat. Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.

    Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alternatif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.

    Namun oleh penelitian yang mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia pada penderita AIDS yang terjangkit virus HIV-1, beberapa pakar menyarankan terapi dengan asupan hormon tiroksin. Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme basal sel eukariota dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria

    Epidemiologi

    UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemi paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemi AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

    Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 – 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia. Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun – 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit

    Sejarah

    AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.

    Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.

    Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemi AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio Namun, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada

    Sosial dan budaya

    Stigma

    Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; hingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi “hukuman mati” dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV.Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:

    • Stigma instrumental AIDS – yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.
    • Stigma simbolis AIDS – yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
    • Stigma kesopanan AIDS – yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.

    Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan.

    Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual. Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antara laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi

    Dampak ekonomi

    HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human capital). Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemi telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.

    Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya populasi pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme produksi dan investasi sumberdaya manusia (human capital) pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua. Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin dirasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.

    Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga lainnya

    Penyangkalan atas AIDS

    Sekelompok kecil aktivis, di antaranya termasuk beberapa ilmuwan yang tidak meneliti AIDS, mempertanyakan tentang adanya hubungan antara HIV dan AIDS, keberadaan HIV itu sendiri, serta kebenaran atas percobaan dan metode perawatan yang digunakan untuk menanganinya. Klaim mereka telah diperiksa dan secara luas ditolak oleh komunitas ilmiah,walaupun terus saja disebarkan melalui Internet dan sempat memiliki pengaruh politik di Afrika Selatan melalui mantan presiden Thabo Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya disalahkan atas respon yang tidak efektif terhadap epidemi AIDS di negara tersebut.

  • Penyakit Asam Urat

    Apa Itu Penyakit Asam Urat?

    Penyakit asam urat merupakan kondisi yang menyebabkan gejala nyeri yang tak tertahankan, pembengkakan, serta adanya rasa panas di area persendian.

    Semua sendi di tubuh berisiko terkena asam urat, tetapi sendi yang paling sering terserang adalah jari tangan, lutut, pergelangan kaki, dan jari kaki.

    Umumnya, penyakit ini dapat lebih mudah menyerang pria, khususnya mereka yang berusia di atas 30 tahun.

    Pada wanita, penyakit asam urat ini dapat muncul setelah terkena menopause.

    Rasa sakit yang dialami pengidap asam urat dapat berlangsung selama rentang waktu 3-10 hari, dengan perkembangan gejala yang begitu cepat dalam beberapa jam pertama.

    Sering kali orang salah kaprah dan menyamakan penyakit asam urat dengan rematik.

    Padahal, rematik adalah istilah yang menggambarkan rasa sakit pada persendian atau otot yang mengalami peradangan.

    Gejala Penyakit Asam Urat 

    Ada beberapa gejala penyakit asam urat yang umum terjadi, di antaranya:

    1. Nyeri sendi yang intens

    Penyakit asam urat biasanya mempengaruhi jempol kaki, tapi bisa terjadi di bagian sendi manapun.

    Sendi lain yang sering terkena yaitu pergelangan kaki, lutut, siku, pergelangan tangan, dan jari.

    Rasa sakit yang paling parah terjadi dalam empat hingga 12 jam pertama serangan penyakit asam urat.

    2. Rasa tidak nyaman dalam jangka panjang

    Setelah rasa sakit yang paling parah meredam, rasa tidak nyaman pada sendi dapat terjadi lagi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu kemudian.

    Serangan selanjutnya cenderung bertahan lebih lama dan memengaruhi lebih banyak persendian. 

    3. Peradangan dan kemerahan

    Sendi yang terkena bisa membengkak, terasa lunak, hangat, dan tampak merah. 

    4. Rentang gerak terbatas

    Saat asam urat berkembang, kamu mungkin tidak dapat menggerakan persendian secara normal.

    Sakit lutut nyatanya juga bisa menjadi pertanda penyakit ini, baca selengkapnya di 

    Penyebab Penyakit Asam Urat 

    Secara alamiah, asam urat merupakan senyawa yang diproduksi oleh tubuh untuk mengurai purin.

    Purin merupakan zat alami yang memiliki beberapa fungsi penting bagi tubuh. Mulai dari mengatur pertumbuhan sel hingga menyediakan energi.

    Nantinya, ketika sudah selesai digunakan tubuh, asam urat akan dibuang melalui urine. 

    Namun, terkadang tubuh dapat menghasilkan terlalu banyak asam urat atau ginjal mengalami gangguan sehingga mengeluarkan terlalu sedikit asam urat.

    Ketika ini terjadi, asam urat dapat menumpuk, membentuk kristal urat tajam seperti jarum di sendi atau jaringan di sekitarnya yang menyebabkan rasa sakit, peradangan, dan pembengkakan.

    Faktor Risiko Penyakit Asam Urat

    Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu peningkatan kadar asam urat dalam darah seseorang, antara lain:

    • Pola makan. Mengkonsumsi daging merah dan kerang secara berlebihan, terutama sumber makanan yang mengandung banyak purin, dapat memicu penyakit asam urat. Selain itu, minum minuman manis dengan fruktosa juga dapat meningkatkan kadar asam urat, termasuk alkohol, 
    • Berat badan berlebih. Jika kamu memiliki kelebihan berat badan, maka tubuh memproduksi lebih banyak asam urat. Sementara itu, ginjal menjadi lebih sulit menghilangkan asam urat dari tubuh.
    • Riwayat medis. Penyakit dan kondisi medis tertentu dapat meningkatkan risiko asam urat. Seperti, tekanan darah tinggi yang tidak diobati, diabetes, obesitas, sindrom metabolik, dan penyakit jantung dan ginjal.
    • Mengonsumsi obat-obatan tertentu. Mengkonsumsi beberapa obat-obatan tertentu juga dapat meningkatkan kadar asam urat. Contohnya, beberapa obat yang digunakan untuk mengontrol hipertensi dan obat yang diresepkan untuk orang yang menjalani transplantasi organ.
    • Riwayat keluarga. Jika kamu memiliki anggota keluarga yang mengidap penyakit asam urat, kemungkinan besar kamu juga akan terkena.
    • Usia dan jenis kelamin. Penyakit asam urat lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun, setelah menopause, kadar asam urat pada wanita bisa mendekati pria. Sementara itu, pria juga lebih mungkin terkena asam urat lebih awal, yaitu antara usia 30 hingga 50 tahun. Sedangkan wanita lebih mungkin mengalami asam urat setelah menopause.
    • Baru saja menjalani operasi. Mengalami operasi atau trauma yang baru terjadi kadang dapat memicu serangan asam urat.

    Diagnosis Penyakit Asam Urat

    Untuk memastikan apakah gejala tertentu merupakan indikasi penyakit asam urat atau bukan, dokter akan melakukan beberapa langkah diagnosis.

    Dokter mungkin akan melakukan beberapa hal, seperti menanyakan riwayat penyakit pasien, seberapa sering gejala muncul, dan memeriksa lokasi sendi yang sakit.

    Selain itu, ada juga pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan untuk memastikan diagnosis, antara lain:

    • Cek darah. Tes ini ditujukan untuk mengukur kadar asam urat dan kreatinin dalam darah. Orang yang mengidap asam urat memiliki kreatinin hingga 7 mg/dL. Namun, tes ini tidak selalu memastikan penyakit asam urat, karena beberapa orang diketahui memiliki kadar asam urat tinggi, tetapi tidak mengidap penyakitnya.
    • Tes urine 24 jam. Prosedur ini dilakukan dengan memeriksa kadar asam urat dalam urine yang dikeluarkan pasien selama 24 jam terakhir.
    • Cek cairan sendi. Prosedur ini akan mengambil cairan sinovial pada sendi yang terasa sakit, kemudian akan diperiksa di bawah mikroskop.
    • Tes pencitraan. Pemeriksaan foto rontgen akan dilakukan guna mengetahui penyebab radang pada sendi. Sementara itu, USG juga bisa dilakukan untuk mendeteksi kristal asam urat pada sendi.

    Pengobatan Penyakit Asam Urat 

    Pengobatan penyakit ini bisa kamu lakukan dengan pemberian obat. Namun, pemberian obat asam urat ini akan dokter sesuaikan dengan tingkat keparahannya.

    Obat-obatan yang dokter berikan berfungsi untuk meredakan nyeri sekaligus mencegah serangan asam urat di masa mendatang.

    Obat-obatan untuk meredakan nyeri asam urat antara lain:

    • Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), seperti aspirin (Bufferin), ibuprofen (Advil, Motrin), dan naproxen (Aleve).
    • Colchicine (Colcrys, Mitigare).
    • Kortikosteroid.

    Sementara itu, obat-obatan yang berfungsi untuk mencegah serangan asam urat meliputi:

    • Inhibitor xanthine oksidase, seperti allopurinol (Lopurin, Zyloprim) dan febuxostat (Uloric). 
    • Probenesid (Probalan). 

    Rekomendasi Obat Asam Urat

    Obat-obatan yang dokter berikan berfungsi untuk meredakan nyeri sekaligus mencegah serangan asam urat di masa mendatang. Obat-obatan untuk meredakan nyeri asam urat antara lain:

    • Voltaren Emulgel 10 g. Untuk mengobati peradangan sendi. 
    • Dolo-Neurobion 10 Tablet. Obat pereda nyeri yang dapat mengurangi rasa nyeri yang diakibatkan oleh neuritis dan neuralgia
    • Counterpain Cream 15 g. Krim pereda nyeri yang dapat meringankan rasa sakit pada otot.
    • Fringout 0.5 mg 10 Tablet. Mengandung Colchicine yang dapat mencegah gejala asam urat. 
    • Meloxicam 15 mg 10 Tablet. Obat inflamasi non steroid yang dapat meredakan gejala peradangan, pembengkakan, serta nyeri otot.
    • Kolton 100 mg 10 Tablet. Obat yang digunakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah. 
    • Flamar 10 mg/g Gel 20 g. Obat oles yang mengandung Natrium diclofenac yang dapat berguna untuk mengurangi nyeri ringan hingga sedang.

    Selain penggunaan obat-obatan, dokter juga akan merekomendasikan perubahan gaya hidup.

    Hal ini bertujuan membantu mengelola gejala asam urat dan mengurangi risiko serangan asam urat di masa depan.

    Berikut adalah beberapa perubahan gaya hidup tersebut: 

    • Kurangi asupan alkohol. 
    • Menurunkan berat badan, jika kamu kelebihan berat badan. 
    • Berhenti merokok, jika kamu merupakan perokok.

    Selain perubahan gaya hidup, ada beberapa pantangan yang harus kamu ketahui.

    Pencegahan Penyakit Asam Urat 

    Beberapa perubahan gaya hidup dokter yakini dapat membantu menurunkan risiko penyakit asam urat, yaitu: 

    • Minum banyak air untuk membantu ginjal berfungsi lebih baik dan menghindari dehidrasi.
    • Berolahraga secara teratur untuk menjaga berat badan yang sehat. Sebab, berat badan ekstra meningkatkan asam urat dalam tubuh dan memberi lebih banyak tekanan pada persendian.
    • Menghindari penggunaan obat-obatan tertentu. Misalnya seperti obat-obatan yang bersifat diuretik atau imunosupresan.
    • Membatasi konsumsi makanan dan minuman yang memiliki kandungan zat purin tinggi. Misalnya seperti daging merah, minuman beralkohol, hingga makanan dan minuman tinggi fruktosa. 

    Konsumsi makanan sehat seperti sayuran dan buah yang memiliki antioksidan tinggi. 

    Komplikasi Penyakit Asam Urat

    Tanpa penanganan yang tepat, penyakit ini dapat memicu terjadinya berbagai macam komplikasi.

    Berikut adalah beberapa risiko komplikasi tersebut:

    1. Munculnya tofi 

    Tofi adalah kumpulan kristal urat yang terbentuk akibat penumpukan asam urat, dan dapat berkembang pada persendian dan tulang rawan.

    Kristal yang mengeras ini dapat menyebabkan benjolan dengan berbagai ukuran terbentuk di bagian tubuh. Misalnya seperti jari dan tangan, pergelangan kaki, siku, hingga telinga.

    Meskipun tofi biasanya tidak menyakitkan, namun kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan sendi.

    2. Kerusakan sendi

    Asam urat kronis dapat menyebabkan pembengkakan sendi dan peradangan kronis.

    Keduanya pada akhirnya berisiko menimbulkan komplikasi berupa kerusakan sendi.

     

    TEMPAT BERMAIN SLOT YANG ASIK : MAHKOTA69

  • PENYAKIT YANG MENGINTAI GENERASI MILENIAL MUDA “HIPERTENSI”

    Apa itu Hipertensi?

    Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan kondisi ketika tekanan darah di atas batas normal (130/80 mmHg atau lebih).

    Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi kesehatan yang membahayakan nyawa jika dibiarkan.

    Bahkan, gangguan ini dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, hingga kematian.

    Istilah tekanan darah sendiri bisa digambarkan sebagai kekuatan dari sirkulasi darah terhadap dinding arteri tubuh yang merupakan pembuluh darah utama.

    Besarnya tekanan yang terjadi bergantung pada resistensi dari pembuluh darah dan seberapa intens jantung untuk bekerja.

    Seseorang dapat mengalami tekanan darah tinggi apabila semakin banyak darah yang dipompa oleh jantung dan akibat sempitnya pembuluh darah pada arteri.

    Hipertensi dapat diketahui dengan pemeriksaan secara rutin pada tekanan darah. Hal ini direkomendasikan untuk dilakukan setiap tahun oleh semua orang dewasa.

    Pembacaan tekanan darah dilakukan dalam satuan milimeter air raksa (mmHg). Hasil pemeriksaan akan terbagi menjadi dua nomor, yaitu:

    • Angka pertama atau sistolik mewakili tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi atau berdetak. 
    • Angka kedua atau diastolik mewakili tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung beristirahat di antara detaknya.

    Seseorang bisa dikatakan mengalami hipertensi jika angka tekanan darah sistolik dari pengukuran selama dua kali berturut-turut memperlihatkan hasil yang lebih besar dari 140 mmHg, dan/atau angka tekanan darah diastolik menunjukkan hasil yang lebih besar dari 90 mmHg.

    Penyebab Hipertensi

    Hipertensi terbagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi primer dan sekunder. Berikut penjelasan tentang penyebab hipertensi ini:

    1. Hipertensi Primer

    Sering kali, penyebab terjadinya hipertensi pada kebanyakan orang dewasa tidak dapat diidentifikasi.

    Hipertensi primer cenderung berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun yang akhirnya semakin parah jika tidak dilakukan penanganan.

    2. Hipertensi Sekunder

    Beberapa orang memiliki tekanan darah tinggi karena alami kondisi kesehatan yang mendasarinya.

    Hipertensi jenis ini cenderung terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan hipertensi primer.

    Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder, antara lain:

    • Obstruktif sleep apnea (OSA).
    • Masalah ginjal.
    • Tumor kelenjar adrenal.
    • Masalah tiroid.
    • Cacat bawaan di pembuluh darah.
    • Obat-obatan, seperti pil KB, obat flu, dekongestan, obat penghilang rasa sakit yang dijual bebas. 
    • Obat-obatan terlarang.

    Faktor Risiko Hipertensi

    Memang faktor risiko untuk alami hipertensi berbanding lurus dengan usia.

    Seseorang yang memiliki usia lebih tua memiliki kemungkinan lebih besar untuk alami hipertensi.

    Beberapa faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan terjadinya hipertensi adalah:

    • Memiliki usia di atas 65 tahun.
    • Sering mengonsumsi makanan tinggi garam berlebihan.
    • Alami kelebihan berat badan atau obesitas.
    • Adanya riwayat keluarga dengan kondisi medis yang sama.
    • Kurang mengonsumsi buah dan sayuran.
    • Tidak aktif secara fisik atau jarang berolahraga.
    • Mengonsumsi terlalu banyak makanan atau minuman yang mengandung kafein.
    • Memiliki kebiasaan merokok.
    • Banyak mengonsumsi minuman beralkohol.
    • Stres. Tingkat stres yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara.
    • Alami kondisi kronis tertentu, seperti penyakit ginjal, diabetes, atau sleep apnea.

    Perlu dipahami juga terkadang kehamilan juga dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.

    Selain itu, gangguan ini juga dapat terjadi pada anak-anak yang biasanya disebabkan masalah pada ginjal atau jantung.

    Pengaruh gaya hidup yang buruk juga semakin memperparah masalah ini. Waspadai pula 9 Penyebab Hipertensi di Usia 20-an berikut ini.

    Meski demikian, kamu dapat menurunkan atau bahkan mencegah risiko terjadinya hipertensi dengan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan mengatur pola makan secara rutin.

    Pastikan untuk memenuhi asupan gizi pada tubuh agar tetap sehat, konsumsi air putih setiap hari, dan berolahraga secara teratur.

    Lengkapi juga dengan mengonsumsi suplemen atau vitamin untuk menjaga tubuh agar tetap sehat.

    Gejala Hipertensi

    Seseorang yang mengidap hipertensi akan merasakan beberapa gejala yang timbul, antara lain:

    • Sakit kepala;
    • Mimisan;
    • Masalah penglihatan;
    • Nyeri dada;
    • Telinga berdengung;
    • Sesak napas; dan
    • Aritmia.

    Untuk hipertensi yang berat gejalanya bisa berupa: 

    • Kelelahan;
    • Mual dan/atau muntah;
    • Kebingungan;
    • Merasa cemas;
    • Nyeri pada dada;
    • Tremor otot; dan
    • Adanya darah dalam urine.

    Diagnosis Hipertensi

    Dokter akan mengajukan pertanyaan tentang riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik.

    Setelah itu, dokter alat untuk mengukur tekanan darah dengan menggunakan alat pengukur tekanan. 

    Hasil pengukuran tekanan darah dibagi menjadi empat kategori umum:

    • Tekanan darah normal adalah tekanan darah di bawah 120/80 mmHg.
    • Prehipertensi adalah tekanan sistolik yang berkisar dari 120–139 mmHg, atau tekanan darah diastolik yang berkisar dari 80–89 mmHg. Prahipertensi cenderung dapat memburuk dari waktu ke waktu.
    • Hipertensi tahap 1 adalah tekanan sistolik berkisar 140–159 mmHg, atau tekanan diastolik berkisar 90–99 mm Hg.
    • Hipertensi tahap 2 tergolong lebih parah. Hipertensi tahap 2 adalah tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih tinggi, atau tekanan diastolik 100 mmHg atau lebih tinggi.
    • Krisis hipertensi. Hasil pengukuran tekanan darah lebih tinggi dari 180/120 mmHg. Kondisi ini termasuk situasi darurat yang memerlukan perawatan medis segera. Apabila kamu mendapatkan hasil ini saat mengukur tekanan darah di rumah, tunggu lima menit dan tes ulang. Jika alami gejala hipertensi, ada baiknya segera mendapatkan pemeriksaan di rumah sakit.

    Apabila hasilnya masih samar, biasanya dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang guna memastikan diagnosis. Metodenya dapat melalui:

    • Pemantauan rawat jalan. Tujuannya untuk memeriksa tekanan darah secara teratur selama 6 hingga 24 jam.
    • Tes kadar kolesterol. Untuk memeriksa kondisi yang dapat menyebabkan atau memperburuk tekanan darah tinggi. 
    • Tes gula darah. Tujuannya untuk mengetahui resistensi insulin yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah, dan berkontribusi pada pengembangan hipertensi.
    • Elektrokardiogram (EKG). Caranya dengan mengukur aktivitas listrik jantung dan mengetahui seberapa cepat atau lambat jantung berdetak.
    • Ekokardiogram. Pemeriksaan non-invasif ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran detail detak jantung. Ini menunjukkan bagaimana darah bergerak melalui jantung dan katup jantung.
    • Pemeriksaan fungsi tiroid. Tujuannya untuk menilai fungsi kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi tekanan darah.
    • Pemeriksaan urine. Fungsinya untuk mengidentifikasi adanya protein, darah, atau zat lain yang dapat mengindikasikan hipertensi, termasuk kerusakan ginjal.

    Pengobatan Hipertensi

    Sebagian pengidap harus mengkonsumsi obat seumur hidup untuk mengatur tekanan darah.

    Jika sudah terkendali, penurunan dosis obat atau konsumsinya dapat kamu hentikan. 

    Berikut dua hal yang menjadi langkah utama pengobatan hipertensi:

    1. Perubahan pola hidup

    Ada beberapa pola hidup yang perlu kamu ikuti guna meningkatkan peluang kesembuhan. Di antaranya:

    • Pertahankan berat badan yang sehat.
    • Mengurangi atau berhenti merokok. 
    • Konsumsi makanan sehat bergizi seimbang dan rendah garam.
    • Batasi konsumsi minuman beralkohol.
    • Lakukan aktivitas fisik intensitas rendah secara teratur.
    • Kelola stres dengan baik, contohnya dengan melakukan aktivitas yang kamu sukai.
    • Mengonsumsi obat darah tinggi secara rutin.
    • Batasi konsumsi kafein, terutama dari kopi.
    • Pantau tekanan darah di rumah dan lakukan pemeriksaan rutin.

    Pengidap juga perlu mengontrol berat badan. Sebab, obesitas atau kelebihan berat badan bisa memicu hipertensi.

    2. Mengonsumsi obat-obatan

    Obat-obatan yang umumnya dokter berikan kepada para pengidap , antara lain:

    • Obat untuk membuang kelebihan garam dan cairan di tubuh melalui urine. Pasalnya, membuat pengidapnya rentan terhadap kadar garam tinggi dalam tubuh.
    • Jenis obat untuk melebarkan pembuluh darah sehingga tekanan darah bisa menurun. Perlu kamu ketahui bahwa membuat pengidapnya rentan mengalami sumbatan pada pembuluh darah. 
    • Obat yang bekerja untuk memperlambat detak jantung dan melebarkan pembuluh darah.
    • Jenis obat penurun tekanan darah yang berfungsi untuk membuat dinding pembuluh darah lebih rileks. 
    • Obat penghambat renin untuk menghambat kerja enzim yang berfungsi menaikkan tekanan darah. Jika renin bekerja berlebihan, tekanan darah akan naik tidak terkendali. 

    Salah satu obat hipertensi yang bisa dokter resepkan adalah furosemide.

    Selain konsumsi obat-obatan, pengobatan juga bisa kamu lakukan melalui terapi relaksasi.

    Misalnya terapi meditasi atau olahraga olah tubuh seperti yoga.

    Namun, pengobatan tidak akan berjalan lancar jika tidak disertai dengan perubahan gaya hidup.

    Contohnya seperti menjalani pola makan dan hidup sehat, serta olahraga teratur.

    Rekomendasi Obat Tekanan Darah Tinggi

    Berikut ini adalah beberapa obat yang bisa kamu gunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi:

    • Tensiphar 5 mg 10 Tablet. Obat ini mengandung lisinopril yang bermanfaat untuk mengobati, gagal jantung kongestif, infark miokard akut, dan angina pectoris.
    • Clonidine 0.15 mg 10 Tablet. Merupakan obat yang dapat membantu mengatasi, mengurangi efek sakit yang parah akibat kanker, dan sebagai terapi untuk dismenore parah.
    • B-Beta 5 mg 10 Tablet. Mengandung zat aktif Bisoprolol yang dapat menurunkan kecepatan denyut jantung dan menurunkan tekanan darah.
    • Amlodipine 5 mg 3 Strip (10 Tablet/Strip) – Obat Rutin. Bermanfaat sebagai pengobatan lini pertama hipertensi dan untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar pasien.  
    • Candesartan 8 mg 10 Tablet. Obat antihipertensi yang bekerja dengan melebarkan pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi lancar dan tekanan darah akan menurun.
    • Bisoprolol 2.5 mg 10 Tablet. Merupakan obat yang bermanfaat untuk mengobati, angina serta gagal jantung kronik.

    Pencegahan Hipertensi

    Terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah , yaitu:

    • Mengonsumsi makanan sehat, seperti buah dan sayuran.
    • Batasi asupan garam (menjadi kurang dari 5g setiap hari). 
    • Kurangi konsumsi kafein yang berlebihan.
    • Berhenti merokok.
    • Berolahraga secara teratur.
    • Menjaga berat badan.
    • Mengurangi konsumsi minuman beralkohol.
    • Membatasi asupan makanan tinggi lemak jenuh.
    • Menghilangkan/mengurangi lemak trans dalam diet.